Sabtu, 02 November 2013

MUNGKINKAH KEPALA DAERAH DINATURALISASI?

Paper dibawah ini dapat di download disini : Paper "Mungkinkah Kepala Daeran Di Naturalisasi?".pdf

BAB I
PENDAHULUAN
A.       LATAR BELAKANG
Seorang pemimpin membutuhkan banyak kecakapan di berbagai bidang. Pemimpin merupakan aktor utama yang menjalankan sumber daya yang ada untuk mencapai keberhasilan dalam organisasi, seperti yang di ungkapkan oleh Sondang P. Siagian (2003) menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah “Motor atau daya penggerak semua sumber-sumber dan alat-alat (resources) yang tersedia bagi suatu organisasi”. Seorang pemimpin harus mampu menjaga kekuasaannya karena dalam kepemimpinan selalu ada yang berkuasa dan yang dikuasai.
Di Indonesia banyak pemimpin yang tidak memenuhi standar kecakapan yang diperlukan oleh pemimpin. Hal ini menyebabkan kepemimpinan tidak berjalan dengan lancar karena pemimpin mempunyai kendala dalam memutuskan kebijakan. Kecakapan seorang pemimpin, sebagai contoh adalah kasus kepala daerah yang memenangkan pemilihan umum kepala daerah di daerah lain. Hal ini membuktikan indikasi apakah kepala daerah itu bisa dinaturalisasi? Dan mungkinkah naturalisasi ini mampu menjadikan kepala daerah menjalankan kewajiban dan tugasnya selayaknya kepala daerah yang diharapkan?
Selama ini naturalisasi terdengar awam dengan hubungannya sepakbola/atlet dan perpindahan kewarganegaraan. Secara Umum, Naturalisasi adalah proses perubahan status dari penduduk asing menjadi warga negara suatu Negara. Proses ini harus terlebih dahulu memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan dalam peraturan kewarganegaraan Negara yang bersangkutan (www.id.wikipedia.org ). Pengertian sempit dari naturalisasi kepala daerah adalah naturalisasi dalam pemilihan kepala daerah, dimana kandidat kepala daerah bukan hanya berasal dari putra asli daerah, tetapi juga berasal dari luar daerah di Indonesia. Naturalisasi dalam konteks ini adalah penerimaan sosok warga daerah lain sebagai pemimpin bagi komunitas lokal dimana saja dalam kerangka NKRI.
“ Jika kepala daerah dari putra asli daerah saja belum tentu mensejahterakan daerahnya apalagi kepala daerah dari luar daerah” kutipan tersebut sering terdengar dalam perbincangan masyarakat ataupun para penggerak masa yang kontra terhadap naturalisasi kepala daerah. Namun, akhir-akhir ini naturalisasi dipandang hal yang biasa dan bahkan didukung khalayak, pasalnya hal ini memiliki kelebihan antara lain :  semua kepala daerah yang dinaturalisasikan secara masif oleh rezim berkuasa, mau atau tidak harus bekerja keras supaya mampu menampilkan kinerja positif sebelum diganti oleh kandidat lain yang lebih bagus dan mau tidak mau mereka bekerja dengan baik agar tidak dinilai gagal oleh pemberi mandate. Dan contoh yang paling booming tentang  kepala daerah yang mendapat citra baik di daerah lain dalam kepemimpinnya yaitu kasus Jokowi-ahok.
Dengan melihat fenomena-fanomena yang ada di Indonesia, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam sebuah makalah yang berjudul “Mungkinkah Kepala Daerah di Naturalisasi?” Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada pemerintah akan pentingnya seorang pemimpin yang benar-benar berkualitas dalam memimpin negeri ini. Diharapkan juga kepada masyarakat untuk lebih cerdik dan cermat untuk memilih seorang pemimpin yang akan memimpin daerahnya sehingga dalam kepemimpinan tidak akan merugikan baik pemerintah maupu masyarakat.
B.        RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan ini adalah Mungkinkah Kepala Daerah di Naturalisasi?




BAB II
PEMBAHASAN

Naturalisasi adalah proses perubahan status dari penduduk asing menjadi warga negara suatu Negara. Proses ini harus terlebih dahulu memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan dalam peraturan kewarganegaraan Negara yang bersangkutan. Hukum naturalisasi di setiap negara berbeda-beda. Di Indonesia, masalah kewarganegaraan saat ini diatur dalam Undang-Undang No. 12 tahun 2006 (www.id.wikipedia.org). Sedangkan naturalisasi kepala daerah adalah naturalisasi dalam pemilihan kepala daerah, dimana kandidat kepala daerah bukan hanya berasal dari putra asli daerah, tetapi juga berasal dari luar daerah di Indonesia. Naturalisasi dalam konteks ini adalah penerimaan sosok warga daerah lain sebagai pemimpin bagi komunitas lokal dimana saja dalam kerangka NKRI. Tujuannya untuk mewujudkan keindonesiaan yang sesungguhnya, jauh dari sekat perbedaan hanya karena alasan putra asli daerah. Terkadang masyarakat tidak puas dengan kinerja kepala daerah yang putra asli daerah tersebut. Masyarakat ingin adanya perubahan pada daerah merka.
Kelebihan kepala daerah yang dinaturalisasi, antara lain :
a.       Semua kepala daerah yang dinaturalisasikan secara masif oleh rezim berkuasa, mau atau tidak harus bekerja keras supaya mampu menampilkan kinerja positif sebelum diganti oleh kandidat lain yang lebih bagus.  Itulah mengapa kita tidak mempersoalkan siapapun yang menjadi kepala daerah waktu itu, apakah dia orang Bugis atau Jawa. Apalagi kalau mereka sudah kawin-mawin dan beranak pinak di daerah masing-masing, tentu saja akseptabilitas masyarakat jauh lebih mungkin untuk menerima. Seorang kepala daerah yang ditetapkan sebagai Gubernur, Bupati dan Walikota dimasa itu akan memperlihatkan kinerjanya sebaik mungkin paling tidak karena alasan pertama mereka merasa bukan putra asli daerah, sehingga diperlukan tindakan yang benar-benar serius untuk memperlihatkan keberpihakan yang nyata pada kepentingan rakyat di daerah tersebut.  Ini untuk meyakinkan bahwa sekalipun mereka bukan putra asli daerah, namun kenyataannya mereka juga bisa pro-daerah.
b.      Mereka merasa dipilih oleh rakyat, maka sepatutnya mereka bekerja dengan baik agar tidak dinilai gagal oleh pemberi mandat. Pemberi mandat dalam hal ini adalah para pemilih dan pendukung mereka.
Dengan ketidakpuasan masyarakat tentang kepala daerah putra asli daerahnya, masyarakat mulai menginginkan kepala daerah yang dari luar daerahnya. Seiring dengan perkembangan zaman tidak hanya sosok atlet sepak bola saja yang di naturalisasi. Kini berlaku juga dengan pejabat daerah, tetapi dalam konteks yang berbeda. Jika pemain sepak bola perpindahan dari warga asing menjadi warga Negara Indonesia, sedangkan pejabat daerah biasanya warga yang berasal dari wilayah luar. Belakang ini yang baru terjadi adalah pengangkatan Gubernur Jakarta dan wakilnya, yaitu Joko Widodo dan Ahok. Joko Widodo atau yang biasa dipanggil Jokowi berasal dari Solo, sedangkan Ahok berasal dari Belitung Timur dan dari etnis Cina.
Pencalonan Jokowi ini sempat menuai protes dari warga Solo sendiri. karena pada saat pencalonan Jokowi belum menyelesaikan masa jabatannya sebagai Walikota Solo. Di daerah lain juga terjadi penolakan mengenai pejabat, lebih tepatnya didaerah Minahasa Ternggara. Penolakan ini dikarenakan calon pejabat tersebut bukan berasal dari daerah tersebut. Aksi penolakan sekelompok warga Minahasa Tenggara (Mitra) terhadap beberapa bakal calon bupati Mitra yang berlatar belakang “Bukan warga asli Mitra” ditanggapi Sekretaris Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Mitra, Taviv Watuseke. Saat diwawancarai Tribun Manado, Watuseke mengungkapkan bahwa eskpresi yang ditunjukkan sekelompok warga Mitra merupakan suatu hal yang biasa saja dalam alam demokrasi dewasa ini.
Perlu  diketahui juga bahwa setiap warga Negara memiliki haknya masing-masing. Terkait hal itu, politisi yang juga sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Mitra ini, menegaskan bahwa PDI Perjuangan pada dasarnya sebagai partai Nasionalis terbuka, bukan partai ekslusif dan primordial. Oleh karena itu dalam proses seleksi calon bupati, mereka menggunakan standard baku yang telah digariskan partai. “Sebagai partai Nasionalis terbuka, PDI Perjuangan terbuka bagi siapa saja yang ingin membangun Negara, termasuk daerah kita tercinta ini,” pungkas Watuseke yang dikutip oleh tribunews. Menurut dia, sebaiknya masyarakat dapat bersama-sama bergandengan tangan untuk membangun Mitra. Dan lewat proses politik Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pemilukada) Mitra 2013, rakyat dapat menentukan hak poilitiknya untuk memilih figur yang diinginkannya untuk melakukan perubahan bagi Mitra kedepan. “Tanggalkanlah segala bentuk hegemoni pribadi dan kelompok, mari bergandengan tangan untuk Mitra yang lebih baik, sejahtera dan Sejati,” ajaknya. (www.manado.tribunnews.com )
Dari tindak penolakan tersebut muncul istilah naturalisasi kepala daerah, yang memiliki arti bahwa individu berhak menjadi pejabat daerah lain meskipun bukan penduduk daerah tersebut. Kita ketahui bahwa hal ini sangat riskan jika melihat dari asal daerah, bahwa pejabat daerah haruslah berasal dari daerah itu sendiri. Karena Indonesia memiliki beragam budaya serta banyak daerah. Ini mempengaruhi gaya kepemimpinan pejabat yang bersangkutan. Sebenarnya kita tidak perlu mempermasalahkan asal kepala daerah kita, yang terpenting adalah cara mereka memimpin dan mengasilkan sesuatu yang terbaik bagi daerah dan masyarakat yang mereka pimpin. Misalnya saja Jokowi yang memiliki Gaya Kepemimpinan Demokratisnya, yakni gaya pemimpin yang memberikan wewenang secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis, pemimpin memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
Walaupun dalam banyak hal tentang Jokowi, seperti tentang perjalanan politiknya tidak sebagus yang masyarakat ketahui dengan gaya kepemimpinan Diplomatis, kelebihan gaya kepemimpinan ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya melihat dari sisi keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua sisi, dengan jelas,  apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya. Misalkan saja mengenai banjir yang terjadi di Solo sendiri yang merendam rumah dinas Wakil Walikota. Namun, dibalik itu semua gebrakan yang dilakukan terhadap pedagang kaki lima di Solo serta upaya menangani banjir Jakarta baru-baru ini tidak bisa dilupakan begitu saja. Awalnya banyak orang yang meragukan Jokowi, karena dia berasal dari luar Jakarta. Apakah dia bisa menangani masalah banjir yang telah menjadi masalah klasik Ibu Kota Negara ini. Walaupun demikian kemampuan Jokowi yang cepat tanggap perlu diapresiasi, terutama bagi orang-orang yang awalnya meragunan dia.
Memang dalam urusan pencalonan kepala daerah erat hubungannya dengan kepentingan politik. Kepala daerah dibuat sebagai ajang sumber keuangan oleh pihak-pihak tertentu. Seiring berjalannya waktu kemampuan mereka dalam menghandle setiap masalah yang ada akan menjadi bukti bahwa naturalisasi kepala daerah itu bisa terjadi.  Melihat dari berbagai kasus diatas, yaitu kasus Gubernur Jakarta dan Calon pejabat Minahasa Tenggara naturalisasi itu bisa dilakukan, karena sebagai warga Negara memiliki hak yang sama dalam hal apapun termasuk politik yaitu sesuai dengan pasal 28C UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya”. Semuanya tetap akan kembali pada masing-masing individu, apakah mereka memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku atau tidak karena dalan pencalonan kepala daerah ada peraturan yang harus dipenuhi. Selain itu individu tersebut dituntut memiliki track record yang baik sebagi warga Negara, pendidikan juga berpengaruh dalam gaya kepemimpinan, dan mampu menangani masalah-masalah yang ada di daerah yang bakal dipimpin. Dalam politik sebenarnya trik-trik kerap digunakan untuk menarik perhatian masyarakat, seseorang yang memiliki track record yang sangat buruk sekalipun bisa tetutupi dengan sedikit sentuhan politik misalnya dengan pencitraan yang baik. Dengan perkembangan dunia pendidikan serta semakin pintarnya warga Negara, trik-trik yang dilakukan akan semakin jitu sehingga hal tersebut tidak dianggap sebagai sebuah trik politik.
Melihat contoh kasus diatas adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi calon kepala daerah yaitu ada 16 syarat calon Kepala Daerah seperti tercantum dalam UU NO 32/2004 terkait Rencana Penambahan Persyaratan oleh Pemerintah :
a.    Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b.   Setia kepada Pancasila sebagai Dasar Negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, dan kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia serta Pemerintah;
c.    Berpendidikan sekurang-kurangnya sekolah lanjutan tingkat atas dan/atau sederajat;
d.   Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun
e.    Sehat jasmani dan rohani berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter;
f.    Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih;
g.   Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
h.   Mengenal daerahnya dan dikenal oleh masyarakat di daerahnya;
i.     Menyerahkan daftar kekayaan pribadi dan bersedia untuk diumumkan;
j.     Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara.
k.   Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
l.     Tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
m. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau bagi yang belum mempunyai NPWP wajib mempunyai bukti pembayaran pajak;
n.   Menyerahkan daftar riwayat hidup lengkap yang memuat antara lain riwayat pendidikan dan pekerjaan serta keluarga kandung, suami atau istri;
o.   Belum pernah menjabat sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama; dan
p.   Tidak dalam status sebagai penjabat kepala daerah. (www.inilah.com )
Dengan demikian kepala daerah yang dinaturalisasi bisa dilakukakan asalkan memenuhi persyaratan sebagai kepala daerah. Selain itu, ternyata pengertian putra asli daerah tidak sesingkat apa yang dilihat. Dimana Menurut teori Samuel P. Huntington, ada 4 jenis dari defenisi putra daerah, yakni pertama, putra daerah geanologis atau biologis, yaitu seseorang yang dilahirkan dari daerah tersebut. Kategori ini dibagi menjadi, yakni seseorang yang dilahirkan di daerah tersebut yang salah satu atau kedua orang tuanya berasal dari daerah tersebut dan mereka yang tidak lahir di daerah tersebut tapi memiliki orang tua yang berasal dari daerah tersebut. Kedua, yakni putra daerah politik, yaitu putra daerah genealogis yang memiliki kaitan politik dengan daerah tersebut, contohnya anggota Dewan Perwakilan Rakyat(DPR) dari daerah tertentu yang sebelumnya tidak memiliki kiprah politik dan ekonomi pada daerah tersebut atau anggota dewan perwakilan rakyat (DPR) pusat yang oleh partainya di tempatkan sebagai kandidat dari daerah yang memiliki kaitan genealogis dengannya. Ketiga, yakni putra daerah ekonomi, yaitu putra daerah genealogis yang karena kapasitas ekonominya kemudian memiliki kaitan dengan daerah asalnya melalui kegiatan investasi atau jaringan bisnis di daerah asalnya. Putra daerah ini terlintas hanya memiliki kepentingan pragmatis dengan daerah asalnya. Mereka menggunakan daerah hanya sebagai basis pemenuhan kepentingan politik dan ekonomi mereka sendiri. Namun sebaliknya daerah itu pun sedikit banyak memperoleh keuntungan politik dan ekonomi dari mereka. Keempat, yakni putra daerah sosiologis, yaitu mereka yang bukan saja memiliki keterkaitan genealogis dengan daerah tersebut tetapi juga hidup, tumbuh, dan besar serta berinteraksi dengan masyarakat daerah tersebut. Mereka menjadi bagian sosiologis dari daerah tersebut. (www.alluky.blogspot.com )
Dari defenisi-defenisi di atas, jelaslah bahwa putra daerah tidak dapat didefenisikan secara sempit. Putra daerah tidak hanya dapat di artikan sebagai orang yang merupakan penduduk asli dari suatu daerah atau merupakan suku dari suatu daerah tersebut. Dalam pemilihan pemimpin daerah yang harus diutamakan ialah  tentang kapabilitas dari calon-calon pemimpin tersebut. Suatu daerah tidak hanya dapat dipimpin oleh pemimpin yang bermodalkan kefiguritasan namun cacat secara intelektual, moral dan sosial. Pemimpin yang dibutuhkan oleh masyarakat yakni seseorang memiliki akseptabilitas namun ditunjang oleh moral yang baik, memiliki kemampuan yang cukup untuk memimpin dan membimbing masyarakatnya dan juga memiliki kemampuan dalam melaksanakan tugas-tugas administratif dan perpolitikan, serta memiliki wawasan yang luas dan pandangan yang luas terhadap perbaikan masyarakat.





BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Naturalisasi kepala daerah adalah naturalisasi dalam pemilihan kepala daerah, dimana kandidat kepala daerah bukan hanya berasal dari putra asli daerah, tetapi juga berasal dari luar daerah di Indonesia. Namun, Naturalisasi masih menjadi pro-kontra.  Untuk sampai saat ini Kasus Jokowi dan Ahok masih memiliki pencitraan naturalisasi yang baik, berbeda dengan kasus pencalonan penolakan sekelompok warga Minahasa Tenggara (Mitra) terhadap beberapa bakal calon bupati Mitra atas para kandidat bukanlah warga asli minahasa.
Isu kepala daerah yang dikaitkan dengan keaslian putra daerah selayaknya tidak terlalu dipusingkan oleh masyarakat karena pada dasarnya defines putra asli daerah itu sangatlah luas. Dimana definisi putra asli daerah dapat dilihat dari berbagai sisi, antara lain : putra daerah geanologis atau biologis, putra daerah politik, putra daerah ekonomi dan putra daerah sosiologis. Dan dengan melihat pasal 28C UUD 1945 tentu bisa dikatakan bahwa Naturalisasi pejabat daerah dapat dilakukan karena tiap warga Negara memiliki hak dan kewajiban yang sama, termasuk dalam hal politik. Asalkan setiap calon kepala daerah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai UU NO 32/2004.
Jadi, pada intinya naturalisasi kepala daerah harusnya bukan menjadi momok utama dalam rotasi perputaran kekuasaan. Hal ini dikarenakan banyaknya persoalan yang harus ditindaklajuti tentang kepemimpinan daerah. Pemimpin daerah yang diharapkan adalah mereka yang mampu mengayomi, memberi kesejarah, mempunyai kecakapan yang tinggi, dan pastinya memenuhi persyaratan sebagai kepala daerah.
B.     SARAN
1.      Bagi Masyarakat, ketika masyarakat diposisikan sebagai pemilih atau penentu dalam pemilihan umum kepala daerah sebaiknya tidak mengutamakan isu latar belakang kepala daerah yang dinaturalisasi. Masyarakat hendaknya memilih pemimpin mereka yang kompitable, cakap, mengerti permasalahan daerah dan memenuhi persyaratan.
2.      Bagi Kepala daerah yang dinaturalisasi, sebaiknya menjalankan tugas dan kewajibannya dengan amanah serta tidak mengabaikan daerah yang ditangani hanya gara-gara daerah tersebut bukanlah daerah kelahirannya.

 DAFTAR PUSTAKA
Siagan, Sondang P. 2003. Filsafat administrasi. Jakarta :PT Gunung Agung.
UUD 1945 pasal 28 C dan UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Alluky. 2013. Makna Putra Daerah Dalam Kampanye Pemilukada. Diakses melalui www.alluky.blogspot.com (24 maret 2013)
Anonim. 2012. Pencitraan Jokowi Mulai Terbongkar, Masih Layakkah Jadi Pilihan? Diakses melalui www.suarajakarta.com (21 Maret 2013)
Anonim. 2013. Putra Daerah dalam Pemerintahan Daerah manado. Diakses melalui www.tribunnews.com (23 Maret 2013)

Anonim. 2013.Pengertian Naturalisasi. Diakses melalui www.id.wikipedia.com (25 maret 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar