I.
Kebijakan Kerjasama Antar Daerah Dalam Perspektif
Normatif
Kerjasama
antar daerah secara formal telah diberikan ‘payung hukum’ yaitu melalui UU
No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang diganti dengan UU No.32 tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah tertuang dalam pasal 195 dan 196. Dan Undang-undang
tersebut dijabarkan lagi dengan dikeluarnya Peraturan Pemerintah no.50 tahun
2007 yang memuat tentang tata cara pelaksanaan kerjasama daerah.
Dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, daerah dapat mengadakan kerjasama
dengan daerah lain yang didasarkan atas pertimbangan efisiensi dan efektivitas
dalam pelayanan publik dan saling menguntungkan. Kerjasama antar daerah
merupakan sarana untuk lebih memanfaatkan hubungan dan menyerasikan pembangunan
daerah termasuk juga mensinergikan potensi antar daerah serta meningkatkan
pertukaran pengetahuan, teknologi dan informasi.
Kebijakan
dalam perspektif normatif memiliki 2 tujuan :
a.
Tujuan internal yaitu membangun komitmen bersama berdasarkan
kewenangan administratif.
b.
Tujuan eksternal yaitu tujuan yang bersifat
fungsional.
II.
Implementasi Kebijakan Kerjasama Antar Daerah Dalam
Kajian Teoritik-Empirik
Kebijakan
yang dapat diambil dalam melaksanakan kerjasama antar daerah meliputi dengan
daerah perbatasan dan kerjasama dengan daerah lain yang tidak berbatasan.
Maksud kerjasama ini untuk memudahkan apabila terjadi konflik. Hasil penelitian
Surya Kusumo (2008) mengatakan keterbatasan masing-masing daerah merupakan
suatu peluang untuk bekerjasama dengan daerah sekitarnya. Dalam hal ini,
masing-masing daerah dapat mengambil
keuntungan daripada melakukannya sendiri. Dalam membangun kerjasama ada banyak
teori yang bisa digunakan, antara lain :
Old Public
Administration (OPA)
Kerjasama
antar daerah yang berbasis OPA, Pola organisasinya memiliki pola hubungan yang
bersifat hirarkis yang melihat forum organisasi kerjasama sebagai unit yang
koheren dengan tujuan yang jelas dalam pengambilan keputusan didominasi oleh
pusat sebagai aktor tunggal.
b. New Public
Management (NPM)
Kerjasama
antar daerah yang berdasarkan NPM, lebih didasarkan pada inter-relasi antar
daerah yang masing-masing daerah bersifat bebas, fleksibel dan mandiri. Dalam
kerjasama antar daerah NPM lebih menekankan pada pembuatan performance (kinerja). Hal ini menghasilkan nilai ekonomis, efisien
dan efektif.
c. Sound
Governance
Sound
Governance pada prinsipnya memiliki beberapa dimensi proses yang mengatur
interaksi stakeholder yang terlibat dalam kerjasama. Aktor (stakeholder)
diantaranya adalah State, Society, Private Sector dan sektor International
(IMF, WB,etc). Dari segi struktur, interaksi antar stakeholder tidak tampak
dalam sebuah struktur yang saling ketergantungan satu dengan lainnya dalam
posisi yang sama dan sederajat dalam membangun kerjasama. Ciri kerjasama
menurut perspektif Sound Governance sebagai berikut.
-
Setiap kerjasama antar daerah harus didasarkan pada
kepentingan bersama,
-
Proses pembentukan kerjasama antar daerah harus
bersifat partisipatif dan fleksibel sehingga dapat melahirkan konsesus,
-
Konsesus terbentuk karena adanya pengakuan kesetaraan,
kesukarelaan dan otonom setiap pihak yang terlibat,
-
Kerjasama antar daerah merupakan bentuk relasi secara
horizontal antar daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar