Minggu, 23 Februari 2014

Analisis Kebijakan Publik dalam Konteks Advocacy Coalition Framework (ACF)

Advocacy Coalition Framework  (ACF) adalah salah satu kerangka analitis yang paling menjanjikan di dalam analisa kebijakan. Kerangka tersebut merupakan suatu sintesa dari berbagai pendekatan yang meliputi siklus kebijakan yang secara lengkap, dari pengembangan hingga amandemen-amandemen terakhir. Parsons memaparkan bahwa ada enam pendekatan yang bisa digunakan untuk melihat dan menjelaskan bagaimana konteks politis dalam pembuatan kebijakan yaitu stagist, pluralist-elitist, neo-marxist, sub-system dan policy discources approaches. Diantara beberapa pendekatan sub-sistem yang baru guna menganalisa agenda dan formasi kebijakan, advocacy coalitions adalah satu dari pendekatan sub-sistem selain policy networks and communities, policy streams, dan punctuated equilibrium. Setelah mengkaji beberapa literatur sebelumnya, ACF sebagian besar pernah diaplikasikan pada kebijakan-kebijakan di sektor lingkungan dan energi. Pada jurnal-jurnal ilmiah internasional, ACF seringkali digunakan untuk menganalisa permasalahan lingkungan termasuk air seperti yang telah dilakukan oleh Fulton dan Weimer (1990), Mintrom dan Vergari (1996), Edith (2000) dan masih banyak lagi.
ACF merupakan salah satu model kausal pembuatan kebijakan publik yang menawarkan suatu cara guna menjembatani kesenjangan antara formulasi dan implementasi kebijakan dengan menguji aktivitas subsistem kebijakan yang memberikan beberapa hipotesis mengenai sistem kepercayaan, stabilitas koalisi, perubahan kebijakan dan pembelajaran kebijakan. Policy subsystem ini terdiri dari semua pihak yang memainkan bagian dalam penciptaan, diseminasi, dan evaluasi kebijakan yang dalam penelitian ini mencakup unsur-unsur yang bisa dibedakan berdasarkan keyakinan dan sumberdaya yang tersedia. Unsur-unsur tersebut antara lain iron triangle, kelompok kepentingan, birokrat dan politisi, analis akademik, think thank, peneliti sendiri dan aktor pemerintahan lainnya. Sabatier dan Jenkins-Smith (1993) lebih lanjut menyatakan bahwa subsistem kebijakan ini dapat dijelaskan dengan melihat aksi dalam koalisi advokasi (Advocacy Coalition). Didalamnya terdapat sejumlah dan diwarnai oleh banyak aktor kebijakan yang tidak hanya dari unsur pemerintah tetapi juga dari non-pemerintah (masyarakat) untuk memengaruhi kebijakan yang kemudian di dalam policy arena terdapat dua atau lebih koalisi yang memiliki belief yang berbeda atas konflik kepentingan air yang timbul dan menuntut untuk dilakukannya perubahan. Ada tiga belief system yang menjadi basis dari ACF, yakni:
1. Deep core yang merefleksikan ontologi dasar dan keyakinan normatif dari semua water policy subsystem. Gunanya adalah memberikan pemahaman mendasar mengenai values terhadap peran dan fungsi sumberdaya air.
2. Policy core merupakan kondisi dan strategi dasar kebijakan sebuah koalisi. Sistem ini dijadikan perekat yang mengikat semua pihak untuk masuk dalam permasalahan kebijakan.
3. Secondary aspects, merupakan instrumen kebijakan yang diperlukan untuk mengimplementasikan policy core. Pada level ini seringkali terjadi perubahan kebijakan.
Jadi pada intinya, jika ingin berhasil memperbaiki kondisi manusia di masa yang akan datang maka harus ditemukan cara untuk meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan luas kepada seluruh stakeholers untuk mau dan mampu belajar (policy-oriented learning) melalui kebijakan publik-bukan sekedar mengonsumsi kebijakan publik. Perspektif yang memandang kebijakan dari segi pembelajaran dan adaptasi akan memberikan harapan yang lebih besar untuk kemajuan studi kebijakan baik secara analitis maupun realistis.

REVIEW JURNAL "GOOD GOVERNANCE, NASIONALISME, DAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH"

I. PENGANTAR
Globalisasi pada saat ini telah meluas dan melingkupi bahkan menguasai negara-negara yang ada di dunia. Dalam globalisasi yang ada ini efek-efek yang ditimbulkan sangatlah beragam. Ada efek yang berakibat buruk dan ada pula efek yang berakibat baik pada suatu negara. Efek atau dampak yang ditimbulkan oleh adanya globalisasi telah masuk kedalam tubuh suatu negara-negara yang ada di dunia. Dampak yang ditimbulkan itu harus diwaspadai oleh berbagai negara yang ada di dunia. Jika suatu negara tidak bisa membendung atau menahan dampak negatif dari adanya globalisasi, bisa-bisa negara tersebut akan mudah roboh karena terpaan arus globalisasi yang sangat kuat. Dampak adanya globalisasi itupun pastilah juga mempengaruhi sistem penyelenggaraan pemerintahan pada suatu negara. Dari adanya dampak-dampak itu, salah satu hal yang timbul adalah adanya cara baru dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu hal tersebut adalah adanya good governance. Good governance saat ini telah menjamah ke seluruh negara sebagai tata penyelenggaraan negara yang cukup baik dipergunakan di suatu negara. Good governance mengacu pada peran pemerintah yang tidak hanyak fokus terhadap hasil kerjanya melainkan juga memandang pemerintahan yang bebas dari penyelewengan dan melayani hanya untuk kepentingan bersama.
Di negara indonesia sendiri konsep good governance ini sudah mulai diterapkan meskipun belum sepenuhnya berhasil. Good governance ini adalah tata penyelenggaraan pemerintahan yang lebih baik dari tata penyelenggaraan pemerintahan yang lain, karena telah mengalami perbaikan dari konsep-konsep yang sebelum-sebelumnya. Dalam penyelenggaraan pemerintahan pastilah tidak lepas dari adanya kinerja dari lembaga-lembaga negara yang telah diberikan tanggung jawab untuk menjalankan tugasnya masing-masing. Dalam hal ini untuk menilai atau mengukur keberhasilan konsep good governance dapat diukur dari beberapa hal salah satunya adalah dari kinerja presiden untuk pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalamm hal ini pengadaan barang jan jasa pemerintah dasar hukumnya adalah dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010.
Terlaksananya konsep good governance bisa dilihat dari proses pengadaan barang dan jasa pemerintah ini, apakah sudah tepat dan tidak mengalami penyelewengan. Konsep good governance ini dianggap berhasil jika dalam pelaksanaan penyediaan barang dan jasa pemerintah melaksanakan seluruh prinsip-prinsip yang ada pada konsep good governance. Dalam pengadaan barang jan jasa pemerintahan haruslah terjadi transparansi, supaya siapa saja dapat mengawasi dan akan semakin sedikitnya penyelewengan. Dalam laporan-laporan yang dibuat haruslah jelas dan sesuai dengan kenyataan, tidak mengalami laporan semu.
Melihat indonesia sebagai negara kesatuan dan bentuk pemerintahannya adalah republik, menjadikan seluruh penyelenggaraan pemerintahan mempunyai tujuan untuk kepentingan bersama dan kesejahteraan umum. Karena dalam sistem negara republik, kekuasaan seharusnya berada pada tangan rakyat. Pemerintah sebagai penyelenggara hanya sebagai pelaksana dan penyedia semua kebutuhan dari rakyat. Maka dari itu dengan adanya konsep good governance ini, diharapkan dapat terjadi penyelenggaraan pemerintahan yang sehat dan yang pasti mencapai tujuannya yaitu mensejahterakan raykat dan negaranya

II. LANDASAN TEORI
Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik. Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu actor dan tidak selalu menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas.
Dapat dikatakan bahwa good governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal and political frame work bagi tumbuhnya aktifitas usaha. Dalam dokumen kebijakan united nation development programme (UNDP) lebih jauh menyebutkan ciri-ciri good governance yaitu:
1. Mengikut sertakan semua, transparansi dan bertanggung jawab, efektif dan adil.
2. Menjamin adanya supremasi hukum.
3. Menjamin bahwa prioritas-prioritas politik, sosial dan ekonomi didasarkan pada konsesus masyarakat.
4. Memperhatikan kepentingan mereka yang paling miskin dan lemah dalam proses pengambilan keputusan menyangkut alokasi sumber daya pembangunan.
Penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih ini perlu didukung dengan pengelolaan keuangan yang efektif, efisien, transparan, dan akuntabel. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, diperlukan upaya untuk menciptakan keterbukaan, transparansi, akuntabilitas serta prinsip persaingan/kompetisi yang sehat dalam proses Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang dibiayai APBN/APBD, sehingga diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat.
Kebijakan umum Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah bertujuan untuk mensinergikan ketentuan Pengadaan Barang/Jasa dengan kebijakan-kebijakan di sektor lainnya. Langkah-langkah kebijakan yang akan ditempuh Pemerintah dalam Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah ini meliputi :
1. Peningkatan penggunaan produksi Barang/Jasa dalam negeri yang sasarannya untuk memperluas kesempatan kerja dan basis industri dalam negeri dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi dan daya saing nasional; 
2. Kemandirian industri pertahanan, industri alat utama sistem senjata (Alutsista), dan industri alat material khusus (Almatsus) dalam negeri;
3. Peningkatan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil, koperasi kecil dan kelompok masyarakat dalam Pengadaan Barang/Jasa;
4. Perhatian terhadap aspek pemanfaatan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup secara arif untuk menjamin terlaksananya pembangunan berkelanjutan;
5. Peningkatan penggunaan teknologi informasi dan transaksi elektronik;
6. Penyederhanaan ketentuan dan tata cara untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dalam Pengadaan Barang/Jasa;
7. Peningkatan profesionalisme, kemandirian, dan tanggung jawabpara pihak yang terlibat dalam perencanaan dan proses Pengadaan Barang/Jasa;
8. Peningkatan penerimaan negara melalui sektor perpajakan;

III. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN JURNAL
Berdasarkan jurnal tersebut menggembarkan bahwa globalisasi sangat berpengaruh pada penyelenggaraan negara. Hal ini dikaitakan dengan adanya Governance yang ditambahkan konsep Good Governance. Salah satu konsep yang ditawarkan oleh Good Governance adalah penyelenggaraan barang dan jasa yang berpangku pada kepentingan publik, yang mana penyelenggaraan tersebut dipengaruhi juga oleh perekonomian global. Pengaruh tersebut juga berdampak pada Nasionalisme.
Jurnal tersebut mendeskripsikan hubungan dampak globalisasi terhadap konsep Good Governance. Penjabaran pada konsepnya juga cukup jelas. Sayangnya jurnal tidak menjawab permasalahan yang ingin ditunjukkan, di dalamnya tidak menguraikan bagaimana Globalisasi juga memberi dampak terhadap nasionalisme. Memang dalam pembukaan nampak ada sedikit gambaran bahwa Indonesia tidak mampu membendung pengaruh faham neoliberal tapi dalam pembahasannya sama sekali tidak menyinggung sisi nasionalismenya. Sebaiknya nasionalisme tidak diabaikan dalam pembahasan apabila teks judulnya adalah “GOOD GOVERNANCE, NASIONALISME, DAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH”.
Penulis jurnal tersebut terlalu sibuk menyatakan berbagai fakta atas kurangnya kinerja para presiden bangsa Indonesia tanpa memberikan sikap netral karena pada dasarnya kinerja dari suatu pemimpin pasti memiliki sikap positif dan negatif. Bahkan jurnal tersebut terlalu mengagungkan Bung Hatta tanpa mendeklarasikan keberhasilan yang juga dilakukan presiden lainnya. Dalam penyediaan barang dan jasa atas konsep Good Governance tentu dipengaruhi juga oleh pola pemikir pemimpin bangsa sehingga sudah seharusnya diberikan penjelasan yang kuat terharap peran pemimpin dengan adanya konsep penyediaan barang dan jasa yang bertumpu pada kepentingan publik.
Ketidakkonsistenan sangat terlihat pada jurnal tersebut yang mana menggunakan Good Governance dalam wacana tetapi terlalu menggunakan konteks bahwa Pemimpin dapat diukur atas penyelenggaraan barang dan jasa. Jikalau menggunakan Good Governance sudah dapat diketahui bahwa bukan hanya pemerintah yang bertanggungjawab atas segala penyelenggaraannya, masyarakat dan sektor swasta juga berpengaruh didalamnya. Kegagalan pemerintah dalam menghadapi globalisasi bukan hanya dikarenakan oleh satu pihak tetapi karena kurangnya sinergis berbagai aktor.
Kritik terhadap pemangku jabatan juga kurang tepat yang mana kritikannya justru hanya menjelaskan peran dan fungsi LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) tanpa menjabarkan bagaimana keberadaan dan kondisi LKPP saat ini. Selain itu, ketimpangan bangsa atas kesatuan bangsa ini juga merupakan efek globalisasi. LKPP tidak mampu berdiri sendiri dalam mengadakan barang dan jasa, pihak lainnya harus membantu didalamnya dan tidak hanya menyalahkan. Ini juga merupakan gambaran menipisnya nasionalisme. Nasionalisme tidak lagi mengakar pada tubuh sosial masyarakat karena tubuh masyarakat saat ini hanya menggunakan ‘ego” dalam memperkaya diri mereka sendiri. Wajar saja kalau Indonesia semakin rentan terhadap gerakan separatisme yang mana mereka tidak puas terhadap kinerja Governance.
Good governance merupakan headline bagi bangsa Indonesia. Setiap tindakan berlabelkan kepentingan umum dan kehendak umum. Namun, sebenarnya semua tindakannya berjiwakan mental kapitalisme yang tinggi. Ketidakpedulian antar aktor menjadikan bangsa ini runtuh dan governance tidak akan pernah mencapai ke titik good governance. Radikal atau tidak, semua aktor sebenarnya sadar atas apa yang mereka lakukan tetapi mereka hanya mengendalikan emosional kekayaan dibandingkan nurani kebersamaan. 

IV. PENUTUP 
Good governance adalah wacana yang diakibatkan oleh adanya arus globalisasi. Mau atau tidak, Indonesia telah merasakan alirannya. Indonesia yang nota bene-nya masih dalam transisi dalam pergaulan dunia menjadi sangat terlihat sebagai objek dari adanya berbagai paham yang lahir atas Globalisasi. Begitupula dalam penyediaan barang dan jasa yang terdapat di konsep Good Governance, Indonesia masih sangat tertatih untuk benar-benar menghiraukan kepentingan publik. Hal ini dikarenakan kurangnya sinergis antara Pemerintah (pemangku jabatan presiden dan LKPP), sektor swasta dan masyarakat. Mental Indonesia yang dulunya mengagungkan nasionalisme pun telah mulai runtuh dikarenakan adanya ke-ego-an dari berbagai pihak untuk memakmurkan dirinya masing-masing. Dengan berbagai permasalahan kepentingan dalam bangsa ini, Indonesia sudah selayaknya tegas untuk meneggakkan adanya kesatupaduan dalam menghadapai berbagai headline masalah terutama dalam pengadaan barang dan jasa sehingga tidak hanya bergantung pada pihak asing.

RESUME E-BOOK “Buku Pegangan Kajian Lingkungan Hidup Strategis”

Menurut UU No.23 Tahun 1997, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Lingkungan Hidup memiliki tiga konsep yaitu KRP (kebijakan, Rencana dan Program). Sedangkan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis) adalah proses mengintegrasikan konsep keberlanjutan dalam pengambilan keputusan yang bersifat strategis. Basis Pendekatan KLHS ada dua yaitu KLHS yang berbasis pendekatan AMDAL (EIA-based SEA) maupun yang berbasis pendekatan keberlanjutan (sustainability-led SEA).
Faktor utama KLHS dibutuhkan yaitu untuk mengatasi kelemahan dan keterbatasan AMDAL dan  KLHS lebih efektif untuk mendorong pembangunan berkelanjutan. Tujuan KLHS antara lain memberi kontribusi terhadap proses pengambilan keputusan yang berorientasi keberlanjutan dan lingkungan hidup, memperkuat dan memfasilitasi AMDAL dan mendorong pendekatan atau cara baru untuk pengambilan keputusan. Manfaat KLHS adalah merupakan instrumen proaktif dan sarana pendukung pengambilan keputusan, tata pengaturan yang lebih baik berkat terbangunnya keterlibatan para pihak dalam proses pengambilan keputusan melalui proses konsultasi dan partisipasi serta melindungi asset-asset sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Prinsip-prinsip KLHS antara lain : sesuai kebutuhan, partisipatif, lingkup yang komprehensif, relevan dengan kebijakan, transparan, efektif-biaya dan didorong motif keberlanjutan.  Nilai-nilai KLHS yang digunakan oleh Indonesia adalah Keterkaitan, Keseimbangan dan Keadilan.
Sebelum menentukan KLHS dibutuhkan penentuan Prosedur Generik yaitu Kerangka Dasar AMDAL, KLHS sebagai Penilaian Keberlanjutan atau Kajian Terpadu untuk Penilaian Keberlanjutan. Prosedur dan Metode KLHS :
1.   Penapisan
2.   Pelingkupan
3.   Dokumen KLHS
4.   Partisipasi Masyarakat
5.   Pengambilan Keputusan

6.   Pemantauan dan Tindak Lanjut

RESUME TESIS “Studi Analisis Isi Pemberitaan Media Massa Tentang Lingkungan Hidup Dan Implikasinya Terhadap Kebijakan Pengelolaan Lingkungan Di Kabupaten Bangka”

Tema berita yang sering dimunculkan Bangka Pos, Bangka-Belitung Pos, dan Rakyat Pos adalah isu-isu dampak lingkungan, isu hukum lingkungan dan isu kebijakan lingkungan. Sementara isu pendidikan lingkungan, konflik lingkungan dan partisipasi lingkungan jarang muncul. Substansi isi berita-berita yang dimunculkan cenderung bersifat kritik dan masukan kepada pemerintah yang dapat dikategorikan sebagai tuntutan kebijakan untuk tahap penyusunan agenda. 
Aspek kualitas pemberitaan lingkungan oleh surat kabar masih belum optimal. Berita-berita yang disajikan hanya bersifat informatif untuk sekedar diketahui. Berita yang hanya mengungkapkan kenyataan kerusakan lingkungan kurang dapat menggerakkan penghayatan masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan. Implikasi pemberitaan lingkungan terlihat pada semakin terbukanya pemerintah sehingga transparansi dan partisipasi menjadi semakin kondusif yang akan menciptakan akuntabilitas pemerintahan. Hal ini terlihat dari perbaikan perencanaan pengelolaan lingkungan, di mana pengambil kebijakan semakin responsif terhadap masukan pers dalam hal pengelolaan lingkungan.
Secara konsepsional aspek komunikasi dan aspek kebijakan memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi. Dalam tataran empiris hubungan tersebut tercermin pada persepsi masyarakat ketika merespon isu dan permasalahan lingkungan. Media massa sebagai institusi sosial memiliki kontribusi terhadap hal tersebut. Banyak berita tentang isu dan masalah kebijakan lingkungan yang sensitif di Indonesia, khususnya terkait dengan bidang pertambangan yang selalu menarik perhatian publik. Implikasi pada aspek kontrol sosial terbukanya ruang untuk kritik, input dan tuntutan kebijakan. Pada aspek kebijakan terlihat adanya perbaikan perencanaan pengelolaan lingkungan di Kabupaten Bangka dengan meningkatnya partisipasi masyarakat. Pada aspek media semakin terbukanya peran media untuk aktif mengontrol dan menjembatani stakeholders dalam pengelolaan lingkungan.

Resume Jurnal “Kondisi Lingkungan Hidup Di Jawa Tengah Dan Prospek Pembangunan Ke Depan”

Kasus-kasus lingkungan atau gugatan yang mucul belakangan ini, seperti pencemaran TPA Bantar Gebang Bekasi, pencemaran Kali Babon di Kota Semarang, pencemaran air laut di Teluk Buyat, illegal logging, dan sebagainya memperlihatkan semakin tingginya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak lingkungan hidupnya. Kasus tersebut dikaitakan dengan Surat Keputusan Gubernur No. 16 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Adapun strategi pembangunan lingkungan hidup di Jawa Tengah adalah Kebijaksanaan dan strategi pengelolaan lingkungan :
- Alam : pemulihan akibat kerusakan serta pencemaran.
- Buatan : pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
- Sosial : peningkatan kapasitas kelembagaan, SDM, dan peran dunia usaha dan masyarakat.
Program pokok pengelolaan lingkungan hidup : inventarisasi dan evaluasi,  rehabilitasi lahan kritis,  pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, pengendalian pencemaran lingkungan, pembinaan daerah pantai serta pengembangan SDM. Untuk merealisasikan program-program tersebut maka perlu dilakukan seperti penegakan hukum lingkungan secara konsekuen, pembentukan kerjasama pengelolaan lingkungan hidup antardaerah, pemberian insentif dan disinsentif,  dan menggalang kemitraan antara masyarakat, LSM, dunia usaha, dan pemerintah.
Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup sebelum era reformasi kebijakan dan peraturan perundangundangan di bidang lingkungan hidup belum berjalan dengan optimal. Salah satu penyebabnya adalah minimnya kesadaran masyarakat dan tidak berfungsinya hukum secara maksimal. Dengan datangnya era globalisasi dan arus reformasi telah membawa perubahan nilai, pola pikir, dan pengkajian ulang di segala bidang termasuk bidang lingkungan hidup.Perencanaan dan pelaksanaan kebijaksanaan dan program-program pengelolaan lingkungan hidup harus melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan. Dan yang lebih penting adalah harus dapat mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

MAKALAH PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN HIJAU DI KOTA MALANG

( Studi : Pembangunan Apratemen Soekarno-Hatta 
di Sempadan Sungai Brantas)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara Teori, Zonasi Lahan merupakan suatu pengelolaan di suatu wilayah dengan pembagian wilayah. Sedangkan Secara Program, Zonasi Lahan memiliki pengertian suatu proses pengelompokkan sejumlah unit lahan yang homogen. Dari kedua pengertian tersebut, maka dapat diartikan bahwa zonasi lahan adalah suatu pengelompokkan wilayah yang sejenis sehingga ada ciri, karakteristik dan kondisi yang dimiliki suatu kelompok (zona) tertentu.
Pembentukan suatu zonasi lahan berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) disuatu wilayah. Rencana tata ruang merupakan hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. Landasan RTRW dii kota Malang yaitu PERDA  Kota Malang No.4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030 (www.jdih.setjen.kemendagri.go.id). Didalamnya menyebutkan bahwa wilayah RTRW di Malang sebesar 30% dari wilayah kota. Hal ini digunakan sebagai Strategi Penetapan dan pengembangan kawasan lindung. Dalam pengembangan RTH ada pula yang harus diperhatikan yaitu daerah sempadan sungai (www.malangkota.go.id). 
Sempadan Sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai, termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer, yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. Pengamanan dan perlindungan sekitar sungai atau sempadan sungai baik sungai-sungai besar maupun kecil dilarang untuk alih fungsi lindung yang menyebabkan atau merusak kualitas air, kondisi fisik dan dasar sungai serta alirannya. Namun implementasi dari kawasan ini justru terjadi pengalih fungsian lahan, contoh konkretnya adalah pembangunan Apartemen Soekarno-Hatta yang berada didaerah sempadan Sungai Brantas.
Pembangunan apartemen pertama di Kota Malang yang terletak di Jalan Soekarno Hatta No.2 Malang, tepatnya di tepi jembatan Soekarno Hatta, di tepi Sungai Brantas dan berhadapan dengan Politeknik Negeri Malang. Softlaunching apartement ini di lakukan pada 9 Desember 2009 padahal IMB dikeluarkan pada Juni 2010. Pembangunan apartement tersebut menimbulkan banyak dampak negatif, selain mengurangi Lahan Ruang Terbuka Hijau (RTH) pembangunan apartment tersebut seharusnya tidak boleh dilakukan lantaran lokasinya yang berada di tepi/sempadan sungai.
Luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Malang hanya sekitar 14 persen dari total luas wilayah daerah itu, padahal ketentuan yang ditetapkan minimal 30% dari luas wilayah. RTH Kota Malang yang berbentuk taman hanya seluas 109.487 meter persegi yang tersebar di 31 titik. Sementara hutan kota yang tersebar di 11 titik mencapai 71.793 meter persegi dan kebun bibit mencapai 5.800 meter persegi. Dalam waktu dekat ini diperkirakan bakal bertambah seluas 2,5 hektare di kawasan Buring Kecamatan Kedungkandang. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Malang sudah banyak yang beralih fungsi di antaranya adalah eks lahan Akademi Penyuluh Pertanian (APP) di Tanjung berubah menjadi kawasan perumahan mewah (Ijen Nirwana) dan yang berlokasi di Jalan Veteran berubah menjadi mal, Malang town Square (Matos).
Dengan pengalihan fungsi lahan yang terindikasi menjadi suatu bentuk penyimpangan atas PERDA  Kota Malang No.4 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang Tahun 2010 – 2030, maka penulis mengangkat judul “PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN HIJAU DI KOTA MALANG (Studi : Pembangunan Apratemen Soekarno-Hatta di Sempadan Sungai Brantas).

B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas, maka penulis perumusan masalahnya adalah sebagai berikut.
  1. Bagaiamana Pedoman Zona Lahan Hijau dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Di Malang?
  2. Bagaimana bentuk penyimpangan lahan hijau di Malang dengan adanya Pembangunan Apartemen Soekarno-Hatta?
  3. Apa kendala dan Hambatan Implementasi dari Pedoman Zona Lahan Hijau di Malang?
Makalah dapat di download selengkapnya di sini MAKALAH PENYIMPANGAN PENGGUNAAN LAHAN HIJAU DI KOTA MALANG.pdf

MAKALAH KORELASI ANTARA KOMPLEKSITAS TRANSPORTASI DAN KEMACETAN DI JAKARTA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Jakarta merupakan ibukota negara Indonesia sehingga kota ini memiliki beragam kegiatan dari soal Tatanan pemerintahan hingga sebagai pusat perekonomian. Hal ini menjadikan Jakarta memiliki tingkat urban tertinggi dibandingkan didaerah lainnya. Kota yang memiliki penuduk yang banyak ditambah urban yang tinggi mengakibatkan kegiatan-kegiatan tak kunjung henti (dalam kata lain “kota yang tak pernah tidur”) sehingga Transportasi mendapatkan perhatian yang lebih. Transportasi ini berguna untuk melancarkan arus barang dan manusia serta menunjang perkembangan pembangunan.
Tranportasi darat di Jakarta mengalami kompleksitas yang cukup pelik. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya berbagai jenis tranportasi, baik angkutan masal maupun angkutan pribadi. Jenis angkutan masal yang masih beroperasi di kota ini antara lain Bajaj, Taksi, Metromini, Kereta dan Busway. Dengan banyaknya jenis angkutan masal ini, tidak menghentikan pembelian dan pengguna kendaraan pribadi. Alasan utamanya adalah Kenyamaan dan Privasi. Seringkali masyarakat mengeluh dengan angkutan masal yang jauh dari pelayanan yang baik, contoh sederhananya adalah angkutan masal yang memiliki kecepatan cukup lamban karena umur mesin angkutan yang telah tua.
Jakarta tidak hanya dihadapkan oleh polusi yang meninggi akibat kompleksitas tranportasi, tetapi juga masalah Kemacetan. Kemacetan adalah kondisi dimana arus lalu lintas yang lewat pada ruas jalan yang ditinjau melebihi kapasitas rencana jalan tersebut. Beberapa ampak yang ditimbulkan akibat kemacetan antara lain inefisiensi waktu serta penurunan kualitas lingkungan perkotaan (khususnya tingkat kebisingan dan polusi udara). Bahkan Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Bappenas tahun 2006 menunjukkan bahwa kemacetan di Jakarta menimbulkan kerugian ekonomi sebesar Rp. 7 Trilyun/tahun yang dihitung untuk 2 (dua) sektor saja, yakni energi (Rp. 5,57 T/tahun) dan kesehatan (Rp. 1,7 T/tahun) (www.pu.go.id).
Kompleksitas Transportasi dan Kemacetan adalah dua hal yang menjadi momok di kota Jakarta. Opini publik sering mengaitkan bahwa Kemacetan dipicu oleh adanya kompleksitas transportasi yang tidak diimbangi oleh kapasitas Jalan. Namun, bila dilihat lebih jauh, kompleksitas Transportasi terus bertambah dikarenakan oleh Kemacetan. Hal ini dikarenakan pengguna jalan mencari berbagai alternatif dalam menghadapi kemacetan, misalnya pengguna angkutan kota menghadapi kemacetan, maka banyak diantara mereka yang beralih dengan penggunaan sepeda motor sebab dianggap lebih cepat dan lebih parkatis.
Dalam bidang kompleksitas transportasi dan Kemacetan, tidak seharusnya hanya menjadikan Kompleksitas Transportasi sebagai biang utama. Perlu ada pengkajian lebih lanjut atas korelasi kedua bidang ini agar keduanya tidak menambahkan permasalahan transportasi ibukota. Dengan pemamparan permasalahan diatas, maka penulis memilih judul “Korelasi antara kompleksitas transportasi dan Kemacetan di Jakarta”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalahannya adalah “Bagaimana Korelasi antara Kompleksitas Transportasi dan Kemacetan di Jakarta?”

Makalah dapat di download selengkapnya di sini MAKALAH KORELASI ANTARA KOMPLEKSITAS TRANSPORTASI DAN KEMACETAN DI JAKARTA.pdf (klik for download) !