Minggu, 23 Februari 2014

Analisis Kebijakan Publik dalam Konteks Advocacy Coalition Framework (ACF)

Advocacy Coalition Framework  (ACF) adalah salah satu kerangka analitis yang paling menjanjikan di dalam analisa kebijakan. Kerangka tersebut merupakan suatu sintesa dari berbagai pendekatan yang meliputi siklus kebijakan yang secara lengkap, dari pengembangan hingga amandemen-amandemen terakhir. Parsons memaparkan bahwa ada enam pendekatan yang bisa digunakan untuk melihat dan menjelaskan bagaimana konteks politis dalam pembuatan kebijakan yaitu stagist, pluralist-elitist, neo-marxist, sub-system dan policy discources approaches. Diantara beberapa pendekatan sub-sistem yang baru guna menganalisa agenda dan formasi kebijakan, advocacy coalitions adalah satu dari pendekatan sub-sistem selain policy networks and communities, policy streams, dan punctuated equilibrium. Setelah mengkaji beberapa literatur sebelumnya, ACF sebagian besar pernah diaplikasikan pada kebijakan-kebijakan di sektor lingkungan dan energi. Pada jurnal-jurnal ilmiah internasional, ACF seringkali digunakan untuk menganalisa permasalahan lingkungan termasuk air seperti yang telah dilakukan oleh Fulton dan Weimer (1990), Mintrom dan Vergari (1996), Edith (2000) dan masih banyak lagi.
ACF merupakan salah satu model kausal pembuatan kebijakan publik yang menawarkan suatu cara guna menjembatani kesenjangan antara formulasi dan implementasi kebijakan dengan menguji aktivitas subsistem kebijakan yang memberikan beberapa hipotesis mengenai sistem kepercayaan, stabilitas koalisi, perubahan kebijakan dan pembelajaran kebijakan. Policy subsystem ini terdiri dari semua pihak yang memainkan bagian dalam penciptaan, diseminasi, dan evaluasi kebijakan yang dalam penelitian ini mencakup unsur-unsur yang bisa dibedakan berdasarkan keyakinan dan sumberdaya yang tersedia. Unsur-unsur tersebut antara lain iron triangle, kelompok kepentingan, birokrat dan politisi, analis akademik, think thank, peneliti sendiri dan aktor pemerintahan lainnya. Sabatier dan Jenkins-Smith (1993) lebih lanjut menyatakan bahwa subsistem kebijakan ini dapat dijelaskan dengan melihat aksi dalam koalisi advokasi (Advocacy Coalition). Didalamnya terdapat sejumlah dan diwarnai oleh banyak aktor kebijakan yang tidak hanya dari unsur pemerintah tetapi juga dari non-pemerintah (masyarakat) untuk memengaruhi kebijakan yang kemudian di dalam policy arena terdapat dua atau lebih koalisi yang memiliki belief yang berbeda atas konflik kepentingan air yang timbul dan menuntut untuk dilakukannya perubahan. Ada tiga belief system yang menjadi basis dari ACF, yakni:
1. Deep core yang merefleksikan ontologi dasar dan keyakinan normatif dari semua water policy subsystem. Gunanya adalah memberikan pemahaman mendasar mengenai values terhadap peran dan fungsi sumberdaya air.
2. Policy core merupakan kondisi dan strategi dasar kebijakan sebuah koalisi. Sistem ini dijadikan perekat yang mengikat semua pihak untuk masuk dalam permasalahan kebijakan.
3. Secondary aspects, merupakan instrumen kebijakan yang diperlukan untuk mengimplementasikan policy core. Pada level ini seringkali terjadi perubahan kebijakan.
Jadi pada intinya, jika ingin berhasil memperbaiki kondisi manusia di masa yang akan datang maka harus ditemukan cara untuk meningkatkan kemampuan dan memberikan kesempatan luas kepada seluruh stakeholers untuk mau dan mampu belajar (policy-oriented learning) melalui kebijakan publik-bukan sekedar mengonsumsi kebijakan publik. Perspektif yang memandang kebijakan dari segi pembelajaran dan adaptasi akan memberikan harapan yang lebih besar untuk kemajuan studi kebijakan baik secara analitis maupun realistis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar