I.
Definisi Surat Utang Negara
Dalam UU No.24 tahun 2002, Surat Utang
Negara (SUN) adalah surat berharga yang berupa suarat pengakuan utang dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya.
SUN diterbitkan untuk membiayai defisit
APBN, menutupi kekurangan kas jangka pendek akibat ketidaksesuaian antara arus
kas penerimaan dan pengeluaran dari rekening kas negara dalam satu tahun
anggaran dan mengelola portofolio utang negara.
Peranan pasar SUN sangat strategis,
artinya tingkat keuntungan dari SUN sebagai instrumen keuangan yang bebas resiko,
dipergunakan oleh pelaku pasar sebagai acuan atau referensi dalam menentukan
keuntungan suatu investasi atau asset keuangan lain. Dengan demikian, peranan
pasar SUN secara teratur dan terencana diperlukan untuk membentuk suatu tolak
ukur yang dapat dipergunakan dalam menilai kewajaran suatu harga asset keuangan
atau surat berharga.
Dari sisi Mobilisasi dana masyarakat
melalui mekanisme APBN, penggunaan SUN secara professional dapat mengurangi
ketergantungan pada pembiayaan luar negeri yang sangat rentan terhadap
fluktuasi nilai tukar. Disamping itu, pengelolaan SUN secara baik dapat
mengurangi kerugian negara yang ditimbulkan oleh berbagai resiko keuangan dalam
portofolio utang negara. Melalui mekanisme APBN, dengan sendirinya akan
terselenggara pengawasan langsung oleh publik.
II.
Jenis Surat Berharga
Surat berharga negara dapat dipisahkan
dalam beberapa jenis (DJPU,2010), yaitu :
a.
Obligasi bunga tetap (fixed rate bonds-FR)
Obligasi jenis ini memiliki tingkat
kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan dan dibayarkan secara periodik.
Kupon tersebut dibayarkan setiap enam bulan sekali dan dapat
diperdagangkan&dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.
b.
Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
ORI adalah oblihasi negara yang
dijual kepada individu atau perseorangan warga Indonesia melalui agen penjual
pasar perdana. ORI memiliki tingkat kupon yang ditetapkan pada saat penerbitan
dan dibayarkan secara periodik. Kupon tersebut dibayarkan sebulan sekali dan
dapat diperdagangkan&dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.
c.
Obligasi tanpa bunga (zero coupon-ZC)
Zero
coupon adalah obligasi negara tanpa bunga yang dijual
secara diskonto. Zero coupon dapat
diperdagangkan&dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.
d.
Obligasi berbunga mengambang (variable rate bonds-VR)
Obligasi berbunga mengambang
memiliki tingkat kupon yang ditetapkan secara periodik berdasarkan tingkat
bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia) berjangka tiga bulan. Kupon dibayarkan
secara periodik setiap 3 bulan dan dapat diperdagangkan&dipindahtangankan
kepemilikannya di pasar sekunder.
e.
Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
SPN merupakan instrumen utang jangka
pendek dengan penerbitan secara diskonto. SPN dapat
diperdagangkan&dipindahtangankan kepemilikannya di pasar sekunder.
f.
Surat Utang Pemerintah (SUP) kepada BI
Kupon Surat utang pemerintah kepada
Bank Indonesia dibayarkan secara periodik setiap enam bulan sekali. Pembayaran
cicilan pokok dilakukan bersamaan dengan pembayaran bunga.
g.
Surat Berharga Syarian Negara (SBSN)
SBSN dapat disebut sukuk negara,
adalah surat berharga negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah,
sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap asset SBSN, dalam mata uang
rupiah maupun valuta asing.
h.
Surat Berharga Negara Berdenominasi
Valuta Asing
Surat berharga yang berupa surat
pengakuan utang dalam valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia.
III.
Resiko Surat Utang Negara
Penerbitan SUN mengandung beberapa resiko
(Cahyana,2004), diantaranya adalah :
a.
Resiko kesinambungan fiskal
Nilai utang negara yang besar
berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran pemerintah.
b.
Resiko nilai tukar
Penurunan nilai tukar rupiah
terhadap mata uang asing dapat mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok
utang dan bunga.
c.
Resiko pertumbuhan tingkat bunga
Resiko akibat perubahan tingkat
bunga dapat terjadi apabila pemerintah menerbitkan SUN pada saat kondisi pasar
sedang memburuk, yang ditandai oleh kenaikan suku bunga secara tajam sehingga
biaya utang menjadi lebih tinggi.
d.
Resiko pembiayaan kembali
Pelunasan SUN yang jatuh tempo
dengan volume yang cukup besar dapat mengakibatkan timbulnya resiko berupa
lebih tingginya biaya peminjaman baru.
e.
Resiko fungsional
Resiko kegagalan terjadi jika
operasional pengelolaan SUN tidak secara baik dilakukan, baik dari sisi sumber
daya manusia maupun dari sisi kelembagaannya, antara lain kelengkapan prosedur
operasi baku (SOP), sistem pengelolaan resiko dan sistem informasi manajemen.
Menurut Harinwo (2004), strategi jangka
pendek dan menengah pengelolaan SUN pada saat ini adalah menurunkan refinancing risk, memperpanjang
rata-rata jangka jatuh tempo SUN, menyeimbangkan struktur jatuh tempo
portofolio SUN sehingga selaras dengan perkembangan anggaran negara dan daya
serap pasar, serta mengembangkan dan meningkatkan likuiditas pasar sekunder SUN
sehingga dalam jangka panjang dapat menurunkan biaya pinjaman.
Resume by Celine Santoso
Daftar Pustaka :
Halim, Abdul. 2014. Manajemen Keuangan
Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat.